Kehidupan yang keras dan getir selalu membuat saya berpikir akan arti kehidupan, tentang pertanyaan-pertanyaan "mengapa" yang muncul ketika jiwa sedang lelah, seperti "mengapa seperti ini?, mengapa bukan saya?, mengapa saya tak seberuntung dia? dan banyak lagi pertanyaan mengapa lainnya". Bahkan kadang terpikir bahwa tuhan tak adil dan mempertanyakan akan esensi keberadaan Tuhan. Namun dari pertanyaan-pertanyaan itu, tak sadar saya telah memulai perjalanan dalam menemukan jati diri saya.
"Ketika pikiranku sedang kosong, maka aku akan membaca. Membaca buku apapun yang dapat mengisi kekosongan pikiran. ketika hatiku sedang gundah dan gelisah, maka aku akan melebur dengan alam. Karena dengan bersama alam, hati menjadi peka."
Awalnya saya hanyalah anak kebun yang hanya bertemankan ayam dan kucing hutan. Kemudian keluarga pindah dan menetap di sebuah desa kecil dan cukup terisolasi. Di desa inilah, saya menuntut ilmu di sebuah sekolah dasar dengan dinding kayu lapuk. Setelah lulus SD, dengan bermodalkan tekad dan semangat hidup mandiri saya memberanikan diri merantau ke kota dan melanjutkan sekolah di sana. Yang terpikir oleh saya saat itu hanyalah bagaimana saya bisa memperbaiki kehidupan keluarga saya. Tinggal sendiri di rantau dan jauh dari keluarga membuat saya tak tahu kemana mau mengadukan keluh kesah saya ketika ada masalah. Tak jarang saya terkadang menangis sendirian di tepi sungai atau tepi danau ketika sedang letih. Mulai saat itu, setiap ada masalah saya berpetualang untuk menenangkan pikiran. hingga pada akhirnya sayapun merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam diri saya setelah berpetualang seperti pikiran saya menjadi lebih terbuka, dll.
Tak jarang petualangan memberikan paradoks baru yang mengubah anggapan kita terhadap sesuatu. Misalnya ketika saya berpetualang ke Pulau Belitung. Saya menemukan paradoks baru yang menurut saya penting. Kebanyakan orang yang tinggal di tepi pantai (pesisir) berkarakter kasar dan cepat marah, namun berbeda dengan orang-orang belitung. Orang-orang Belitung adalah orang pesisir yang sangat baik dan lembut yang pernah saya temui. Atau ketika saya berpetualang ke jawa, negeri kayangan Dieng, anggapan saya tentang orang jawa-pun berubah. Di daerah saya, orang pribumi dan orang jawa kurang rukun. Namun setelah saya ke Dieng, ternyata mereka tidak semua orang jawa itu seperti yang di daerah saya, mereka orang yang sangat baik. Selain itu, petualangan juga membuat kita mensyukuri kehidupan. Dulu, ketika saya belum pernah mendaki gunung. saya beranggapan bahwa anak-anak mapala yang suka mendaki gunung telah melakukan hal yang sia-sia. Kenapa sih mereka suka mendaki gunung? capek iya. Namun pandangan tersebut berubah ketika saya ikut trip mendaki gunung. Perjuangan mendaki yang melelahkan terbayarkan ketika mencapai puncaknya. Awan berombak bagai samudra. Tak terbayang betapa kecilnya saya ketika melihat keindahannya.
Dari sekian petualangan yang saya lakukan, mulai dari hanya ke kebun, duduk di tepi jembatan Ampera, merenung di tepi danau atau sungai, ke pantai, menyeberang ke pulau, hingga mendaki gunung, semuanya telah memberikan makna dalam hidup saya. Dengan berpetualang saya bertemu orang-orang baru di tempat yang baru, saya mulai banyak memahami karakter orang lain dan mengenal berbagai bahasa, menyaksikan keindahan alam ciptaan tuhan, bahkan terkadang menemukan sosok inspirasi atau juga sosok yang kurang beruntung yang dapat mengingatkan kita agar selalu bersyukur. Tanpa sadar, berpetualang telah menjadikan saya pribadi yang lebih baik.
sungai ogan
Tanjung Binga, Belitung
Batu Baginde, Belitung
perjalanan menuju Pulau Lengkuas
Pulau kepayang
Tanjung Tinggi
Ketemu sosok Inspirasi Andrea Hirata di belitung
Mendaki Gunung Prau, dieng
di Gunung Prau
Gunung Tajam
Candi Arjuna, Dieng